Sedang mencari Cerpen cinta yang
sedih, sejati dan romantis? Lanjutkan saja membaca artikel ini hingga
akhir. Cerpen dalah karangan fiktif yang berisi sebagian kehidupan
seseorang atau kehidupan yang diceritakan secara ringkas yang berfokus
pada suatu tokoh atau biasa disebut cerita pendek. Ciri-ciri cerpen
yaitu, bersifat fiktif, panjangnya kurang dari 10.000 kata, hanya
terdapat satu alur aja, dan memiliki kesan tunggal.
Pada kesempatan kali ini Espilen Blog
akan membagikan kumpulan cerpen cinta sedih dan sejati. Cerpen dibawah
ini merupakan karya dari cerpenis muda Indonesia yang sangat berbakat
dan patut kita beri apresiasi.
Cerpen Cinta
Kami Merindu Imam Yang Sholeh
Karya : Cloudistie Shofayna Aisyah
Kami adalah seorang wanita.
Wanita yang mendamba suami sholeh.
Ketika krisis akhlaq melanda kami,ku ingin engkau menjadi pelurus kami,,bukan kau malah semakin menjatuhkan kami.
Kami adalah seorang wanita yang ingin belajar untuk menjadi wanita sholehah.
Kami benar2 mendamba dan merindu imam yang sholeh untuk menjadi pendamping hidup kami.
Biarkan kau jadi kumbang,kami jadi bunganya. Dimana bisa saling bersimbiosis mutualisme
Biarkan kau
jadi atapnya,kami yang jadi rumahnya. Yang senantiasa selalu menaungi
kami dikala panas menyengat dan ketika hujan membasahi bumi.
Kami sangat berharap kau kelak akan mempersunting kami dengan sejuta keimanan dan ketaqwaanmu kepada Allah..
Jangan biarkan kami tesesat di lembah nista yang tak Alloh ridhoi.
Miliki kami dengan cara yang halal,wahai laki2 sang penyejuk hati.
Dikala
suatu saat nanti kami mengandung anakmu. Kau akan selalu setia merawat
kami hingga nanti usia kandunganku menginjak 9 bulan. Kasih sayang dan
cintamu selalu terpancar untuk kesehatan kami,istrimu dan janin yang aku
kandung.
Dikala
persalinan telah tiba,engkau suamiku yang sholeh,senantiasa mendampingi
dan memberi support kepada kami hingga berderai tangis dan berharap agar
kami istrimu dan anakmu akan selamat dalam kelahiran.
Hingga kelak kau dan aku akan membesarkannya dengan penuh kesabaran.
Sosokmu begitu setia
Pembawaanmu begitu tenang
Diammu penuh taqwa serta keimanan
Bicaramu penuh kebijaksanaan dan kejujuran
Pedulimu penuh dengan kasih sayang dan kecintaan
Akhlaqmu begitu mencermikan kebaikan dan kelembutan
Dan senyummu penuh dengan kedermawanan.
Kau adalah laki2 yang kami damba
Setiap 5 waktu dan malamku tak hentinya ku berdoa
Allahumma sa’khirli zaujan sholikhan yakhtibuni wayatazau wajubi wayaqunu sahibanli fiddunya wal jannah.
Semoga imamku yang sholeh kan jdi nyata.
Amin.
So..cukupkan hatimu pada Allah.
==========================
Dia Cinta Pertamaku
Karya: Mita
Pertama
kali aku jatuh cinta dulu waktu umur 10 tahun. Waktu itu rasanya masih
terlalu cepat untuk anak seumuranku mengenal cinta. Pada umur 10 tahun
itu pula, aku pertama kali mengenal kata pacaran. Sebut saja dia cinta
pertama sekaligus pacar pertama untukku. Karena namanya anak-anak,
pacarannya juga seolah main-main dan kekanak-kanakan. Tapi perasaan itu
seakan masih membekas sampai sekarang. Kenangan kebersamaannya juga
seakan masih teringat jelas. Aku pikir itu bukan cinta biasa.
Sekarang
umurku belum genap 16 tahun. Lima tahun lebih berlalu semenjak itu.
Hubungan yang dijalin itu memang telah berakhir dua tahunan yang lalu,
saat aku dan dia memutuskan berpisah. Waktu saat kami mulai sama-sama
memasuki bangku SMP. Pemikiran yang dewasa memang saat aku berpikir
bahwa aku tidak begitu lagi mencintainya.
Ternyata
perpisahan waktu itu bukan pilihan yang tepat. Tanpa kusadari di hatiku
masih ada dia, entah itu karena aku melihatnya setiap hari atau apa tapi
bisa jadi karena kami masih satu sekolah. Mungkin karena tidak terlalu
besarnya cintaku padanya, aku pun seolah acuh pada hatiku yang
mengatakan aku masih mencintainya. Dan aku pun menjalin hubungan dengan
seseorang, seseorang yang pada akhirnya membuat aku menunggu sangat
lama, seseorang yang seolah mempermainkan aku dan seseorang yang membuat
aku menyesal telah mengabaikan perasaan bahwa aku masih mencintainya,
cinta pertamaku. Tidak tidak, itu bukan sebuah penyesalan yang pantas
disesali.
Dan untuk
ketiga kalinya, aku kembali menjalin hubungan. Aku seperti menjadi orang
jahat waktu bersamanya, selalu melakukan tindakan sesukaku. Huh, aku
seolah melampiaskan perasaanku pada orang ini. Tapi mengapa dia teramat
baik untuk itu? Apakah bila aku kembali memutuskannya, dia akan
baik-baik saja? Aku hanya tak ingin kembali menyakitinya oleh karena
sifatku yang seperti ini. Mungkin memang aku aneh, tapi dibalik itu
semua aku menyayanginya.
Aku tidak
terlalu mempercayai itu cinta. Karena aku juga dibesarkan di keluarga
yang tidak terlalu banyak cinta. Aku mungkin seorang yang kesepian,
seorang yang hanya bisa memendam semuanya sendiri. Bagaimana dengan
orang yang kusebut sahabat? Berpikir mereka memiliki masalahnya
masing-masing, itu tak masalah jika aku tidak begitu mau berbagi
masalahku.
Hari-hariku
ku jalani dengan selalu berharap bahwa esok akan lebih baik. Selalu
berusaha menunjukkan bahwa hidupku tidak memiliki masalah dan aku orang
yang paling bahagia di dunia ini serasa melelahkan. Semuanya kebohongan.
Saat hatiku merasa lelah dengan semua ini, saat itu pula aku selalu
merindukannya. Dia yang biasanya menyandarkan bahunya untukku saat aku
merasa sedih. Dimana dia saat ini? Mengapa aku terlambat menyadari bahwa
dia teramat berarti untukku.
Otakku
menjadi bingung saat aku memikirkan mengapa aku bersedih saat aku
mengetahui dia sudah memiliki kekasih baru dan sangat senang jika suatu
hari dia berpisah dengan kekasihnya itu. Ada apa denganku? Padahal
jelas-jelas aku mengatakan aku tidak begitu menyukainya lagi. Tapi
mengapa saat dia menatapku, hatiku seolah masih bergetar? Dia, cinta
pertamaku, mengapa sekarang dia menjadikan aku orang yang egois? Aku
hanya ingin dia mencintaiku, aku hanya ingin hanya aku di hidupnya
padahal cintaku sendiri tidak sepenuhnya untuknya, hatiku bahkan
sekarang seolah mengatakan aku mencintai orang lain. Tapi mengapa dia
seolah abadi dalam hatiku ini?
Hingga
suatu saat orang lain yang kucintai itu memilih pergi meninggalkanku.
Aku merasa sedih, hatiku seolah hancur. Orang lain itu mengapa seenaknya
untuk datang pergi, mengapa orang lain itu selalu menghancurkan hatiku
dan kemudian memperbaikinya. Dan mengapa orang lain itu seperti telah
menjadikan aku orang yang sangat mencintainya. Tidak, orang lain itu
bukan menjadi orang lain lagi, orang lain itu telah menjadi orang yang
penting di hidupku. Otakku tidak begitu hebat untuk bisa mengerti hati,
bahkan tentang perasaan ini masih sulit dimengerti. Saat aku mengatakan
aku mencintainya, tapi hatiku juga menegaskan bahwa di sisi lain nama
cinta pertamaku itu masih belum hilang. Oh Tuhan, mengapa saat hatiku
hancur karena orang lain itu, Kau malah mengirimkan dia “cinta
pertamaku” untuk menghiburku.
Dia kembali
mengatakan bahwa dia masih mencintaiku. Kata-kata itu seperti menjadi
alasan aku tersenyum namun tidak begitu ku indahkan. Aku buat dia
menunggu, padahal aku tau jawaban hatiku yang tak bisa menerimanya lagi.
Ya, sampai suatu saat orang lain yang begitu aku cinta itu datang
kembali. Entah karena aku bodoh atau apa, aku menyambutnya dengan penuh
senyuman dan kebahagiaan. Aku meninggalkan dia “cinta pertamaku” karena
orang lain tanpa berpikir apa yang akan terjadi padanya. Tapi dia tidak
pernah bosan datang dan datang lagi kepadaku dan aku pun selalu
menolaknya.
Hingga
suatu ketika dia datang lagi tapi bukan untuk mengatakan “dia
mencintaiku” melainkan orang lain. Dadaku terasa sesak saat itu dan
hatiku seakan sakit. Bagaimana mungkin aku seperti? Mengapa aku begitu
egois. Tidak selamanya dia akan selalu mencintaiku, tidak selamanya dia
rela menunggu. Aku hanya bisa menahan tangis dan mengatakan
“Berbahagialah. Aku tau suatu saat nanti kamu pasti menemukan orang yang
lebih dari aku”. Dia hanya membalas dengan senyum, dan aku melanjutkan
dalam hati “Tapi bisakah walaupun kau mencintai orang lain saat ini, aku
akan selalu ada di hatimu itu dan selalu abadi disitu”.
==========================
Kotak Musik Pengungkap Cinta
Karya : Nona Nada Damanik
Karya : Nona Nada Damanik
Siang itu
panas matahari seakan membakar kulitku, kutelusuri jalan demi jalan
untuk melarikan diri dari orang-orang di rumahku yang tak pernah akur.
Ayah dan ibuku selalu saja bertengkar. Ayahku memang sangat kejam, dia
selalu menyakiti hati ibuku. Sedangkan kakak laki-laki ku selalu saja
melawan ayah dan ibuku. Untuk apa aku berada di rumah ini? Aku butuh
seseorang yang mau mendengarkan rahasia di balik kehidupanku ini. Aku
tak tau harus mengadu kepada siapa.
Di balik
peluhku yang terus berjatuhan, sesuatu melintas dipikiranku. Aku tau
harus kemana! Aku akan menemui Vincent, sahabat pria yang sangat aku
sayangi. Aku tak pernah dibuatnya berkecil hati. Memang sudah lama aku
menyukai Vincent, sahabatku yang paling manis. Entah dari mana aku
memulainya. Aku sudah jatuh terlalu dalam ke dalam hatinya. Tapi dia tak
pernah sekalipun menoleh kearahku dan menyadari kalau sosoknya sangat
berharga dimataku. Sudah begitu lama ku pendam perasaanku kepadanya.
Tapi… Ah! Biarlah waktu yang akan mengatakan kepadanya.
Di tengah
keterikan sang surya, aku berusaha menelepon dia. Sudah tiga kali aku
meneleponnya tapi tak di angkat. Setelah mencoba beberapa kali, akhirnya
dia mengangkat teleponku.
“Halo Nesya. Ada apa? Sorry ya, aku baru main basket di sekolah”
“Oh kamu main basket. Pantesan aja gak kedengeran telpon ku. Vin, aku mau curhat nih sama kamu. Bisa nggak?”
“Oh. Bisa banget, Nes. Kamu datang ke sekolah aja ya. Aku gak bisa jemput kamu. Aku gak bawa motor.”
“Oke, Vin. Kamu tunggu ya.”
“Halo Nesya. Ada apa? Sorry ya, aku baru main basket di sekolah”
“Oh kamu main basket. Pantesan aja gak kedengeran telpon ku. Vin, aku mau curhat nih sama kamu. Bisa nggak?”
“Oh. Bisa banget, Nes. Kamu datang ke sekolah aja ya. Aku gak bisa jemput kamu. Aku gak bawa motor.”
“Oke, Vin. Kamu tunggu ya.”
Aku sampai
di tempat tujuan, sekolah. Aku menemui Vincent yang tengah bermain
basket bersama teman satu klub nya. Aku menatapi ketampanannya. Setiap
kali melihatnya hatiku selalu tenang. Entah kenapa, aku begitu suka
melihat senyumnya. Aku tak sadar jika dia sudah menoleh ke arahku dan
melemparkan senyumnya kepadaku. Akupun membalas dengan senyum simpul.
“Nes, ayo kesini. Main basket, biar aku ajarin.”
Aku datang menghampirinya. “Nggak ah, Vin. Aku mau cerita sama kamu nih.”
“Oh, ya sudah Nes. Ayo kita duduk di kantin saja.”
“Nes, ayo kesini. Main basket, biar aku ajarin.”
Aku datang menghampirinya. “Nggak ah, Vin. Aku mau cerita sama kamu nih.”
“Oh, ya sudah Nes. Ayo kita duduk di kantin saja.”
Kami
bergegas ke kantin. Terlihat begitu sunyi, lalu kami segera duduk dan
sejenak Vincent menghapus keringatnya yang mengucur deras itu. Dia
begitu tampan, dia adalah sosok yang pemberani dimataku. Dia selalu
menjagaku. Entah, dia menyukaiku atau tidak. Dan aku tau jawabannya
pasti tidak.
“Panas banget kan Vin?”
“Iya Nes, kamu gak kepanasan? Kalo kamu kepanasan, biar aku beli minuman.”
“Ah nggak usah Vin. Gak panas kok.”
“Hmm. Ya sudah Nes.” Sambil tersenyum kecil kepadaku.
“Vin, aku mau cerita tentang orangtua aku nih.”
“Kenapa dengan mereka Nes?”
“Ayah dan ibuku selalu bertengkar, sedangkan kakakku selalu menyusahkan ibuku. Aku sangat sedih.”
“Memangnya penyebab ayah dan ibu kamu bertengkar apa Nes?”
“Panas banget kan Vin?”
“Iya Nes, kamu gak kepanasan? Kalo kamu kepanasan, biar aku beli minuman.”
“Ah nggak usah Vin. Gak panas kok.”
“Hmm. Ya sudah Nes.” Sambil tersenyum kecil kepadaku.
“Vin, aku mau cerita tentang orangtua aku nih.”
“Kenapa dengan mereka Nes?”
“Ayah dan ibuku selalu bertengkar, sedangkan kakakku selalu menyusahkan ibuku. Aku sangat sedih.”
“Memangnya penyebab ayah dan ibu kamu bertengkar apa Nes?”
Aku
menceritakan semuanya kepada Vincent. Tampak langit yang tadinya begitu
terik berubah menjadi mendung dalam waktu 1 jam. Begitu cepat, dan tidak
ada yang menduga-duga. Ya memang begitulah kekuasaan-Nya.
“Vin, rasanya aku sudah tidak betah hidup lagi. Aku ingin sekali mengakhiri hidupku.”
“Astaga Nesya… Kenapa kamu jadi bodoh seperti ini? Kamu mau lihat ibu kamu terus-terusan nangis?”
“Enggak Vin. Aku sayang banget sama ibu. Tapi aku ga tau harus gimana. Perempuan jalang itu sudah merusak segalanya. Dia sudah merebut kebahagiaan keluargaku.”
“Nesya, Tuhan tidak membiarkanmu dan Tuhan tidak melupakanmu. Tuhan hanya memberi cobaan kecil kepada kamu. Kamu gak boleh menyerah gitu aja. Kesabaran kamu sedang di uji, Nes. Yang Maha Kuasa pasti membalaskan perbuatan perempuan itu. Tidak mungkin Tuhan melupakan gadis baik dan manis sepertimu.”
“Vin, rasanya aku sudah tidak betah hidup lagi. Aku ingin sekali mengakhiri hidupku.”
“Astaga Nesya… Kenapa kamu jadi bodoh seperti ini? Kamu mau lihat ibu kamu terus-terusan nangis?”
“Enggak Vin. Aku sayang banget sama ibu. Tapi aku ga tau harus gimana. Perempuan jalang itu sudah merusak segalanya. Dia sudah merebut kebahagiaan keluargaku.”
“Nesya, Tuhan tidak membiarkanmu dan Tuhan tidak melupakanmu. Tuhan hanya memberi cobaan kecil kepada kamu. Kamu gak boleh menyerah gitu aja. Kesabaran kamu sedang di uji, Nes. Yang Maha Kuasa pasti membalaskan perbuatan perempuan itu. Tidak mungkin Tuhan melupakan gadis baik dan manis sepertimu.”
Mendadak halilintar bergemuruh, sesaat itupun hujan turun dengan derasnya.
“Tuh kan, Nes. Hujan turun saat kamu nangis. Tandanya langitpun menangis melihat kamu menangis”
Vincent memelukku dengan eratnya. Sedangkan aku hanya bisa berisak tangis dan terus menangis.
“Udah… udah Nes. Jangan nangis lagi ya sayang” Vincent menghapus air mataku dengan jemarinya. Dia menatapku dalam sambil mengelus rambutku.
“Tuh kan, Nes. Cantiknya jadi hilang.” Seketika aku membalas pelukannya dengan erat.
“Vin, aku sayang sama kamu. Aku suka sama kamu, sudah lama banget” kataku dengan menatap matanya.
“Iya, Nes. Aku tau kok, dan aku juga sayang sama kamu. Bukan sekedar sahabat. Aku mau kamu menjadi milikku dan aku berjanji selalu ada buat kamu dan menjaga kamu.” Katanya.
“Iya, Vin. Janji yah?” aku menjulurkan kelingkingku ke arahnya. Dan dia melingkarkan kelingkingnya ditanganku.
“Janji jari kelingking Nesya” Dia melanjutkan pelukan hangatnya dan memberikan sebuah kecupan kecil di dahiku.
“Tuh kan, Nes. Hujan turun saat kamu nangis. Tandanya langitpun menangis melihat kamu menangis”
Vincent memelukku dengan eratnya. Sedangkan aku hanya bisa berisak tangis dan terus menangis.
“Udah… udah Nes. Jangan nangis lagi ya sayang” Vincent menghapus air mataku dengan jemarinya. Dia menatapku dalam sambil mengelus rambutku.
“Tuh kan, Nes. Cantiknya jadi hilang.” Seketika aku membalas pelukannya dengan erat.
“Vin, aku sayang sama kamu. Aku suka sama kamu, sudah lama banget” kataku dengan menatap matanya.
“Iya, Nes. Aku tau kok, dan aku juga sayang sama kamu. Bukan sekedar sahabat. Aku mau kamu menjadi milikku dan aku berjanji selalu ada buat kamu dan menjaga kamu.” Katanya.
“Iya, Vin. Janji yah?” aku menjulurkan kelingkingku ke arahnya. Dan dia melingkarkan kelingkingnya ditanganku.
“Janji jari kelingking Nesya” Dia melanjutkan pelukan hangatnya dan memberikan sebuah kecupan kecil di dahiku.
Entahlah,
hujan ini menggambarkan apa atau ia hanyalah hujan saja. Hanya sekedar.
Dan entahlah, akan berapa banyak kata entah lain untuk menggambarkan
hujan ini. Namun dari seluruh yang entah itu, ada satu yang masih sering
membuatku mengingat lafal dari mulutnya yang selalu membuatku
tersenyum.
Hujan yang
turun sore ini membuatku mengingat kejadian 5 tahun lalu dengan sahabat
sekaligus kekasihku, Vincent. Dia menepati janjinya hingga kini. Dia
adalah ayah dari seorang gadis kecilku. Aku menyayanginya dan
mencintainya. Janji jari kelingking itu menyimbolkan kesumpah setiaannya
kepadaku. Dia benar-benar menjadi pelindungku. Dan itu sudah lama
terjadi, bahkan sebelum aku menjadi kekasihnya ataupun istrinya. Dengan
hal ini semua aku teringat lagu utopia-hujan.
Rinai hujan
basahi aku, temani sepi yang mengendap. Kala aku mengingatmu, dan semua
saat manis itu. Segalanya seperti mimpi, kujalani hidup sendiri. Andai
waktu berganti, aku tetap takkan berubah. Aku selalu bahagia saat hujan
turun. Karena aku dapat mengenangmu untukku sendiri. Selalu ada cerita
tersimpan di hatiku. Tentang kau dan hujan, tentang cinta kita yang
mengalir seperti air. Aku selalu bahagia, saat hujan turun. Karena aku
dapat mengenangmu untukku sendiri. Aku bisa tersenyum sepanjang hari,
karena hujan pernah menahanmu disini untukku...