Apa yang kiranya harus ku tulis dalam bait-bait rasa ini, jika yang
terpikir kini tentang belahan jiwa yang akhir-akhir ini sering hadir
dalam lintasan pikiran? Tak pernah sebelumnya sedetik pun aku berani
membayangkan atau coba mencium aromanya.
Tapi kini… Kenapa seolah hal itu begitu memagnet perhatianku? Hingga ku
ingin membayangkan dalam perwujudan imajinasi. Apakah dosa jika ku ingin
memikirkan hal itu sejenak saat ini? Tempat labuhan hati yang akan
menyempurnakan ad-dien ini.
Ia yang telah ditakdirkan untukku dan aku menerimanya, meski ku tak tak
tahu siapa ia. Karena sebuah keyakinan terpatri dalam, bahwa ia yang
terbaik. Dan… Kini semampuku dalam kesungguhan semoga menjadi yang
terbaik juga untuknya.
Tapi aku malu… Karena sampai kini pada kenyataannya, aku hanya wanita
biasa yang tak mempunyai hal istemewa selain kewanitaan itu sendiri.
Akankah ia juga menerimaku sebagai aku, sebagaimana aku telah siap
menerimanya sebagai dirinya sendiri? Tentunya dalam kecintaan karenaNya.
Akankah ia yang juga manusia biasa akan tetap tersenyum (dalam kecewa
barangkali) ketika mendapatkan aku yang telah ditakdirkanNya menjadi
tulang rusuknya, ternyata hanya seorang muslimah yang masih jauh dari
kata shalihah?
Allahu Rabbi… Tentramkan hatiku, yang terus melesatkan
pertanyaan-pertanyaan tak berkesudahan dalam bimbang yang mulai merambat
pada dinding gelisah ini. Amiin... ^(.n_n.)^
***
Belahan jiwa… Sudah bolehkah aku menambahkan kata “ku” hingga sempurna
ku menyebutmu "belahan jiwaku" dalam bait-bait rasa yang kini mulai
tersusun???


Langganan:
Posting Komentar (Atom)